Satuan waktu lebih dari 1 tahun
Berikut adalah beberapa satuan waktu yang lebih dari 1 tahun:
Perlu dicatat bahwa satuan waktu seperti dasawarsa, abad, dan milenium berhubungan dengan pengukuran waktu yang terkait dengan peristiwa sejarah atau kehidupan manusia.
Sementara itu, eon adalah satuan waktu geologis yang lebih luas dan digunakan dalam konteks perkembangan geologi dan evolusi Bumi.
Perlu dicatat bahwa dalam konteks internasional, terdapat beberapa perbedaan dalam cara penanggalan dan penggunaan satuan waktu.
Misalnya, beberapa negara menggunakan format tanggal yang berbeda (misalnya, bulan/hari/tahun atau hari/bulan/tahun).
Selain itu, ada juga zona waktu yang berbeda di seluruh dunia untuk mengakomodasi perbedaan waktu antara wilayah yang berbeda.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Satuan waktu kurang dari 1 tahun
Intip beberapa penjelasan tentang beberapa satuan waktu yang umum:
MOMSMONEY.ID. Intip daftar satuan waktu abad, lustrum, eon hingga konversi ke hitungan tahun. Setiap hitungan waktu tentu beragam untuk mengukur dalam sifat lama atau tidaknya sebuah peristiwa.
Perlu diketahui, Waktu menurut KBBI adalah rangkaian ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung.
Satuan waktu digunakan untuk mengukur durasi atau interval waktu. Di dunia, terdapat beberapa satuan waktu yang umum digunakan.
Manusia dimudahkan dengan adanya sistem yang digunakan untuk mengukur, membagi, dan mengorganisir waktu.
Baca Juga: Ada Satu Tanggal Merah Juli 2023, Ini Hari Besar Nasional dan Internasional Juli 2023
Adanya satuan waktu memungkinkan kita untuk mengidentifikasi durasi, mengatur jadwal, dan memahami urutan peristiwa.
Kegunaan dari satuan waktu adalah sebagai berikut:
Simak beberapa satuan waktu dari yan paling kecil hingga terbesar dilansir dari Smartick.
Baca Juga: Terlalu Banyak Hari Libur, Cuan Trading dan Investasi Saham Bisa Kabur
Satuan Perhitungan Waktu Utama
1 abad berapa tahun? Terdapat 100 tahun dalam satu abad. Pengukuran waktu ini didasarkan pada kalender Gregorian atau Kalender Gaya Baru yang digunakan sebagian besar negara saat ini. Selain abad, terdapat satuan pengukuran waktu lain yang perlu untuk diketahui.
Setiap abad terdiri dari 10 dekade, serangkaian 10 tahun. Seperti abad, dekade dapat mencakup periode 10 tahun. Tetapi jika mengacu pada kalender Gregorian, satu dekade dimulai pada tahun yang berakhir dengan satu dan berakhir dengan tahun yang berakhir dengan 0.
Misalnya, tahun 1990-an secara resmi dimulai pada tahun 1991 dan berakhir pada tahun 2000. Namun, lebih umum bagi orang untuk memulai dan berakhir setahun lebih awal. Dalam hal ini, tahun 1990-an dimulai pada tahun 1990 dan berakhir pada tahun 1999.
Baik abad maupun dekade terdiri dari tahun. Setahun adalah periode 12 bulan yang dimulai pada 1 Januari dan berakhir pada 31 Desember. Setiap tahun juga terdiri dari sekitar 365,25 hari. Namun, kebanyakan orang menganggap satu tahun hanya berlangsung 365 hari.
Jadi, setiap empat tahun, empat kuartal tambahan itu digabungkan menjadi satu tahun yang berlangsung selama 366 hari. Ini disebut tahun kabisat. Setahun juga merupakan periode waktu yang dibutuhkan bumi untuk mengelilingi matahari.
Setiap tahun dibagi menjadi 12 bulan. Yaitu bulan Januari, Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, November dan Desember yang terdiri dari 31 hari. April, Juni, September dan November terdiri dari 30 hari.
Februari biasanya terdiri dari 28 hari, tetapi selama tahun kabisat atau selama empat tahun sekali, bulan Februari akan memiliki hari ke-29, sebagai hari ekstra yang diakumulasi dari empat tahun sebelumnya. Waktu bulan didasarkan pada orbit bulan.
Hari adalah periode kira-kira 24 jam yang dimulai pada tengah malam dan berakhir pada pukul 23:59 setiap malam. Setiap hari mencakup periode waktu yang dibutuhkan Bumi untuk berputar pada porosnya.
Ada tujuh hari dalam seminggu yaitu Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, dan Minggu. Sabtu dan Minggu adalah akhir pekan, sedangkan Senin sampai Jumat adalah hari kerja. Ada 52 minggu dalam setahun.
KOMPAS.com - Pada masa sebelum Revolusi Perancis (1789-1799), masyarakat di Perancis terbagi dalam tiga kelas sosial, yang memiliki hak dan kewajiban berbeda di bawah hukum.
Penggolongan kelas sosial di Perancis sebelum terjadinya revolusi terbagi atas golongan rohaniwan, bangsawan, dan rakyat jelata.
Golongan rohaniwan dan bangsawan memiliki tingkat hak istimewa yang jauh lebih besar daripada rakyat jelata.
Padahal, golongan rakyat jelata mewakili lebih dari 90 persen populasi Perancis saat itu dan membayar hampir semua pajak.
Ketidaksetaraan sosial yang memburuk menjadi salah satu faktor pemicu meletusnya Revolusi Perancis pada 1789.
Isu kelas sosial yang terus menjadi fokus selama revolusi akhirnya dihapuskan ketika Revolusi Perancis berakhir pada 1799, memberikan hak dan kewajiban yang sama terhadap seluruh rakyat.
Berikut ini tiga penggolongan kelas sosial di Perancis sebelum terjadinya revolusi di pengujung abad ke-18.
Baca juga: Semboyan Revolusi Perancis: Liberté, Egalite, Fraternité
Rohaniwan menjadi kelas sosial teratas karena mereka yang berdoa dipercaya layak mendapat tempat istimewa dan berperan sebagai pelindung jiwa masyarakat.
Melansir World History, sejarawan Perancis Georges Lefebvre, menyatakan bahwa dari 27 juta orang yang tinggal di Perancis pada 1789, setidaknya 100.000 orang di antaranya termasuk dalam golongan rohaniwan.
Sedangkan raja tidak masuk dalam kelas manapun karena raja Perancis yang dianggap sebagai "pria nomor satu di kerajaan".
Golongan rohaniwan memiliki kekuasaan yang bersar dan hak istimewa. Karena raja mengklaim bahwa otoritasnya berasal dari hak ilahi untuk memerintah, Gereja ikut andil dalam pemerintahan kerajaan.
Gereja mempunyai kekuatan politik dan sosial, bahkan catatan sipil dan hampir seluruh sistem pendidikan di Perancis dikendalikan oleh Gereja.
Gereja juga mempunyai wewenang untuk menyensor segala sesuatu yang dicetak.
Baca juga: Revolusi Perancis: Penyebab, Dampak, dan Pengaruh terhadap Indonesia
Para rohaniwan Perancis memantabkan diri sebagai sebuah institusi yang kuat dengan membentuk Majelis Umum, yang berkumpul setiap lima tahun untuk mengawasi kepentingan Gereja.
Majelis Umum itu yang mewakili seluruh golongan. Dengan demikian, golongan rohaniwan dapat memanfaatkan majelis untuk kepentingan mereka sendiri.
Majelis Umum memungkinkan Gereja melawan setiap upaya pemerintah untuk membatasi kebebasan finansialnya, dan sebagai hasilnya, para rohaniwan tidak diwajibkan membayar pajak apa pun kepada negara.
Hal inilah yang menjadikan golongan rohaniwan meraup banyak keuntungan dan keistimewaan, karena peran mereka yang dianggap suci dan penting dalam masyarakat serta terlibat dalam hampir semua keputusan yang diambil oleh raja.
Baca juga: Dampak Revolusi Perancis bagi Dunia
Golongan bangsawan adalah kelas sosial bagi mereka yang pernah berperang demi negara sehingga berhak mendapatkan tempatnya sebagai kelas penguasa dengan menawarkan stabilitas dan perlindungan.
Golongan bangsawan dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan asal-usulnya, yaitu bangsawan tulen yang memang keturunan para bangsawan, dan bangsawan baru yang mendapatkan gelar kebangsawanan dari raja karena jabatan tertentu yang diberikan.
Selain itu, bangsawan juga dapat dibedakan berdasarkan jabatannya, yakni bangsawan militer atau bangsawan sipil, yang menempati jabatan-jabatan tertentu dalam administrasi, peradilan, atau keuangan.
Pada akhir abad ke-18, diperkirakan terdapat sekitar 400.000 bangsawan Perancis, yang menikmati banyak keistimewaan, misalnya hak untuk memakai pedang, dan pembebasan kaum bangsawan dari pajak dasar langsung yang disebut taille.
Keistimewaan itu mereka dapat karena nenek moyangnya telah berjuang mati-matian untuk kerajaan, dianggap sudah membayar "pajak darah", sehingga tidak perlu membayar pajak uang.
Berbeda dengan rohaniwan, bangsawan tidak terbebas dari semua jenis pajak. Kendati demikian, pajak yang harus mereka bayar sama sekali tidak memberatkan.
Baca juga: Siu Ban Ci, Bangsawan Muslim yang jadi Selir Raja Majapahit
Meski pengaruh dan kekuasaan golongan bangsawan kian hari terus terkikis, menjelang Revolusi Perancis mereka masih memiliki kendali langsung atas sekitar seperlima dari wilayah kerajaan, dari mana mereka dapat memungut upeti dari rakyat.
Golongan bangsawan dianggap mempunyai hak alami untuk memerintah berdasarkan garis keturunan mereka, sehingga dapat menduduki jabatan menteri administrasi senior, semua perwira militer senior, dan hampir seluruh kabinet raja.
Pada perkembangannya, banyak golongan borjuis kaya yang membeli jabatan dan menikahkan anak mereka dengan keluarga bangsawan.
Ketika bangsawan tulen mulai khawatir dengan pergerakan itu, pemerintah Perancis mengeluarkan Ordonansi Segur pada 1781, yang melarang siapa pun mendaftar sebagai perwira militer, apabila tidak dapat menelusuri garis keturunan bangsawannya setidaknya selama empat generasi.
Baca juga: Mengapa Penjara Bastille Menjadi Sasaran Pertama Revolusi Perancis?
Golongan Rakyat Jelata
Golongan ketiga merupakan kelompok rakyat jelata yang terdiri dari kelas borjuis dan pekerja.
Sebelum revolusi, sekitar 26,5 juta orang, atau 90 persen populasi Perancis, masuk dalam golongan ini, yang menjadi sasaran eksploitasi dua golongan teratas.
Golongan rakyat jelata terbagi antara kelas menengah yang sedang naik daun atau dikenal sebagai kaum borjuis dan kelas pekerja yang miskin hingga pengangguran.
Pada 1789, terdapat sekitar 2 juta orang borjuis. Mereka inilah yang menguasai sebagian besar kekayaan nasional, meliputi bidang industri dan komersial, tanah dan sebagian besar saham pemerintah.
Kaum borjuis terkaya hidup dalam kemewahan, tidak jauh berbeda dengan gaya hidup para bangsawan.
Mereka inilah yang mendanai surat kabar, perguruan tinggi, perpustakaan umum, bahkan membeli jabatan agar bisa masuk dalam golongan bangsawan.
Ironinya, ketika kaum borjuis semakin kaya, kaum miskin semakin miskin. Sebanyak 80 persen penduduk Perancis terdiri dari petani dan sebagian besar tinggal di pedesaan.
Kemiskinan menggerogoti mereka yang menggantungkan hidup dari bercocok tanam dan pengangguran juga merajalela di kelompok ini.
Mereka sering kali merasa seperti "sapi perahan", karena beban yang sangat berat.
Penghasilan dan upah mereka stagnan, sedangkan harga-harga meningkat dan diperparah dengan beban pajak yang besar.
Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!
Download nowDownloaded 86 times